LAPORAN KUNJUNGAN
LAPANGAN (FIELD TRIP)
M.K TEKNOLOGI HASIL
PERKEBUNAN
OLEH:
HERJU MAEDY
1127040078
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI
PERTANIAN (S1)
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2013/2014
KATA
PENGANTAR
Ucapan syukur yang
tidak terhingga kepada tuhan yang maha esa, karena limpahan rahmat dan
karunianya laporan ini dapat terselesaikan dengan penuh rasa tanggung jawab,
laporan ini dapat saya selesaikan karena rasa tanggung jawab yang tinggi dalam penyelesaian tugas dan demi
kemajuan pertanian di indonesia, besar harapan saya laporan ini dapat berguna
bagi seluruh kalangan baik masyarakat luas, petani maupun pemerintah daerah
terkait dalam membangun pertanian di indonesia.
Sudah
seharusnya salak yang merupakan hasil pertanian asli dari indonesia ini menjadi
komoditas yang harus ditingkatkan produksinya dengan melakukan perawatan dan
pengaplikasian teknologi tepat guna berbasis ramah lingkungan, dengan itu
diharapkan kestabilan ekonomi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang
petani salak dapat terkontrol dengan baik. Diharapkan juga dengan adanya
laporan ini selain petani salak dapat meningkatkan prosuksinya juga besar
harapan petani salak mampu mengolah hasil perkebunan salak menjadi produk
olahan makanan berbahan dasar buah salak.
Penulis
sepenuhnya menyadari terdapat banyak kesalahan dalam penulisan laporan ini,
untuk itu diharapkan kepada siapapun yang menyempatkan untuk membaca hasil dari
laporan ini, untuk dapat memberikan komentar baik berupa kritik maupun saran
agar kedepannya penulis dapat membuat laporan sesuai dengan harapan pembaca.
Akhirnya penulis
ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu Ayahanda Dr. Patang, S.Pi., M.Si yang telah bersedia membimbing kami mulai dari pengumpulan data
dan informasi sampai dengan penyelesaian laporan, ucapan terimakasih juga
penulis ucapkan kepada teman-teman yang telah memberikan masukan yang sangat
bermanfaat bagi penyelesaian laporan ini.
Makassar, 24 November 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR ASISTENSI ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
A.
Latar Belakang 1
B.
Rumusan Masalah 2
C.
Tujuan 2
D.
Manfaat 2
BAB II METODOLOGI 3
A.
Waktu dan Tempat 3
B.
Alat dan Bahan 3
C.
Prosedur Praktek 3
BAB III HASIL DAN
PEMBAHASAN 4
A.
Proses Penyerbukan Salak 4
1.
Penyerbukan dengan Bantuan Manusia 4
2.
Penyerbukan dengan Serangga Curculionidae 5
3.
Cara Mengawetkan Serbuk Sari 6
B.
Teknologi Pasca Panen Buah Salak 6
1.
Produktivitas Salak 8
2.
Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Salak 8
3.
Pasca Panen Salak 10
4.
Kerusakan-kerusakan Buah Salak 11
a)
Luka 11
b)
Memar 12
c) Kulit
Buah Pecah 12
d) Kerusakan
Mikrobiologis 13
e) Kerusakan
Fisiologis 13
5. Pengemasan dan Penyimpanan 13
a) Penyimpanan Suhu Rendah 13
b) Pelilinan 15
c) Pengemasan dengan Plastik
Berlubang 15
d) Pengemasan dengan Besek
dan Kotak Karton 16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 18
A.
Kesimpulan 18
B.
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN
BAB
I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sebagai negara agraris, Indonesia
memiliki kekayaan alam dan hayati yang sangat beragam yang jika dikelola dengan
tepat, kekayaan tersebut mampu diandalkan menjadi andalan perekonomian
nasional. Kondisi agroklimat di wilayah Indonesia sangat sesuai untuk
pengembangan komoditas tropis dan sebagian sub tropis pada ketinggian antara
nol sampai ribuan meter di atas permukaan laut. Komoditas pertanian (mencakup tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan) dengan
keragaman dan keunikannya yang bernilai tinggi serta diperkuat oleh kekayaan
kultural yang sangat beragam mempunyai daya tarik kuat sebagai Wisata Agro.
Kese!uruhannya sangat berpeluang besar menjadi andalan dalam perekonomian
Indonesia.
Kepariwisataan merupakan salah satu
industri strategis di dunia. Hal ini disebabkan sebagian negara-negara
yang ada di dunia mendapatkan devisa dari sektor kepariwisataan mereka.
Selain sebagai industri terbesar, kepariwisataan juga merupakan kegiatan yang
strategis jika ditinjau dari segi pengembangan ekonomi dan sosial budaya
karena kepariwisataan mendorong terciptanya lapangan pekerjaan,
perkembangan investasi, peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan
kualitas masyarakat dan dapat menanamkan rasa cinta tanah air terhadap
nilai-nilai budaya bangsa.
Motivasi wisatawan berkembang secara
dinamis. Kecenderungan pemenuhan kebutuhan dalam bentuk menikmati
obyek-obyek spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang indah,
pengolahan produk secara tradisional, maupun produk-produk pertanian modern dan
spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat. Kecenderungan ini merupakan signal
tingginya permintaan akan Wisata Agro dan sekaligus membuka peluang bagi
pengembangan produk-produk agribisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk
pertanian yang mempunyai daya tarik spesifik
Hamparan areal pertanaman yang luas
seperti pada areal perkebunan, dan hortikultura disamping menyajikan
pemandangan dan udara yang segar, juga merupakan media pendidikan bagi
masyarakat dalam dimensi yang sangat luas, mulai dari pendidikan tentang
kegiatan usaha di bidang masing-masing sampai kepada pendidikan tentang
keharmonisan dan kelestarian alam.
Enrekang
merupakan salah satu kabupaten yang ada di sulawesi selatan yang memiliki
agrowisata berbasis perkebunan salak, dengan terkenalnya buah salak dari
enrekang yang memiliki buah salak dengan kualitas baik maka kami menganggap
perlu mengadakan tinjauan lokasi ke perkebunan salak yang ada di enrekang guna
mendapatkan informasi mengenai prinsip maupun cara pembudidayaannya melalui
metode karya wisata (field trip) pada mata kuliah Teknologi Hasil Perkebunan.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah dari laporan ini adalah:
1.
Bagaimana proses
perkawinan pada buah salak?
2.
Bagaimana teknologi
pasca panen buah salak?.
C.
Tujuan
Tujuan
yang ingin dicapai dalam pembuatan laporan ini adalah:
1.
Mengetahui proses penyerbukan
pada buah salak?
2.
Mengetahui teknologi
pasca panen buah salak?.
D.
Manfaat
Diharapkan
laporan ini dapat memberikan manfaat antara lain:
1.
Sebagai referensi masyarakat
penglolah perkebunan salak dalam meningkatkan hasil panen.
2.
Menambah pengetahuan
mahasiswa untuk mengkaji lebih dalam, terhadap kegiatan perkebunan berbasis agribisnis
dan agrowisata
3.
Sebagai referensi bagi pemerintah
daerah dalam pembangunan kawasan perkebunan salak yang bernilai ekonomi tinggi.
4.
Sebagai referensi bagi
pemilik industri rumah tangga guna menghasilkan produk berbasis buah salak.
BAB
II. METODOLOGI
A.
Waktu
Dan Tempat
Waktu dan tempat pada saat pengambilan
data sebagai berikut:
1.
Waktu : Jumat, 15 November 2013/ Pukul
09.00 – 10.00 WITA
2.
Tempat :
Perkebunan Salak Masyarakat di Kabupaten Enrekang Propinsi Sulawesi Selatan.
B.
Alat
Dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam
pengumpulan data adalah:
1.
Alat
-
Kamera digital
-
Alat Tulis
-
Laptop/ Net Book
-
Bus (Alat Transportasi)
2.
Bahan
- Buah
salak (sebagai parameter tingkat kematangan buah)
- Air
putih.
C.
Prosedur
Praktek
Prosedur praktek dalam
pengumpulan data laporan yaitu sebagai berikut:
1.
Mempersiapkan alat dan
bahan
2.
Menuju lokasi
perkebunan masyarakat
3.
Meminta izin
pengambilan data dan informasi kepada pemilik perkebunan
4.
Pengambilan data dan
informasi dengan mengambil gambar objek yang dianggap penting.
5.
Tanya jawab kepada
pengelolah perkebunan
6.
Mencatat proses dan
kegiatan penting pada kegiatan pemeliharaan, perbanyakan buah, perawatan sampai
dengan penanganan pasca panen.
7.
Evaluasi kegiatan
kunjungan guna memastikan data atau informasi yang didapat sesuai dengan
keperluan dalam pembuatan laporan.
8.
Meninggalkan lokasi.
9.
Membuat laporan.
BAB
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Proses
Penyerbukan Salak
Salak
merupakan salah satu buah tropis asli Indonesia. Di Indonesia dijumpai kurang
lebih 13 spesies (jenis) salak dan kerabatnya karena negara kita merupakan pusat
asal tanaman salak. Berdasarkan tipe pembungaan, tanaman salak terbagi dalam
tiga jenis, yaitu tanaman dengan bunga jantan, betina, dan sempurna. Tanaman
jantan hanya menghasilkan bunga jantan, tanaman betina hanya menghasilkan bunga
betina, dan tanaman sempurna dapat menghasilkan bunga jantan dan betina. Pada
tanaman salak yang hanya berbunga jantan atau betina, tanaman perlu dikawinkan
yang dikenal dengan penyerbukan silang. Bila tidak dilakukan penyerbukan
silang, maka bunga menjadi kering dan tidak terbentuk buah. Hal ini tentu akan
merugikan petani, karena tanaman yang seharusnya berbuah menjadi mandul.
Penyerbukan
salak dilakukan dengan bantuan angin, serangga atau manusia. Penyerbukan dengan
bantuan angin hasilnya lebih rendah dibandingkan dengan penyerbukan dengan
bantuan manusia atau serangga. Hal ini karena benang sari bunga salak bersifat
lengket sehingga sulit diterbangkan angin.
1.
Penyerbukan dengan
Bantuan Manusia
Penyerbukan dengan bantuan manusia dapat
dilakukan dengan beberapa cara. Cara pertama yaitu meletakkan satu malai bunga
jantan yang telah mekar di atas bunga sempurna atau bunga betina yang sudah
mekar, lalu diketuk-ketukkan agar kuntum bunga salak yang dibuahi lebih banyak.
Cara yang kedua adalah dengan menaburkan/ mengoleskan serbuk sari bunga jantan
pada bunga betina. Caranya, seludang bunga salak yang telah mekar dibersihkan
kemudian putik diolesi dengan serbuk sari menggunakan kuas kecil. Penyerbukan sebaiknya
dilakukan 2 hari setelah bunga mekar, pada pagi hari pukul 07.00-11.00. Agar
tidak terkena hujan, sinar matahari atau angin, bunga yang telah diserbuki
disungkup dengan pucuk daun salak, cara penyerbukan dengan bantuan manusia
dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar
1. Penyerbukkan dengan bantuan manusia.
Penyerbukan
dengan bantuan manusia dapat dilakukan setiap saat asalkan tersedia serbuk sari
yang masih segar. Bila penyerbuk an dilakukan secara teliti dengan menggunakan
bunga jantan yang masih segar, persentase keberhasilan rata-rata mencapai 90%.
Satu minggu setelah penyerbukan akan terbentuk calon buah yang berwarna hitam
dengan tangkai bunga hijau dan tidak kering. Penyerbukan dengan bantuan manusia
memerlukan tambahan biaya untuk upah tenaga kerja.
2.
Penyerbukan dengan
Serangga Curculionidae
Serangga yang membantu penyerbukan
tanaman salak adalah jenis Curculionidae (kumbang kecil). Tubuh serangga
tersebut berbulu sehingga dapat terselimuti oleh tepung sari. Kumbang tersebut
selalu berputar-putar keluar-masuk malai bunga betina sehingga tepung sari pada
tubuh serangga tersebut dapat terjatuh dan menempel pada putik. Serangga
penyerbuk dapat dilepas ke pertanaman salak 1-3 hari setelah bunga mekar.
Jumlah serangga penyerbuk yang disebarkan minimal 5 ekor/tandan. Serangga
penyerbuk berkembang biak pada dasar bunga jantan, kemudian setelah menjadi
kumbang terbang ke bunga betina. Pada kebun yang baru, untuk menyebarkan
serangga tersebut diperlukan ketersediaan bunga jantan dan bunga betina yang
siap mekar sebagai tempat tinggal dan sumber makanan. Bila kumbang sudah
berkembang penyerbukan dengan bantuan manusia tidak diperlukan lagi.
Penyerbukan dengan bantuan serangga lebih murah dibanding dengan bantuan
manusia, karena tidak perlu biaya untuk upah tenaga kerja.
Penyerbukan
dengan bantuan serangga hasilnya akan lebih baik, asalkan syaratnya terpenuhi,
jumlah tanaman salak jantan dalam suatu kebun sesuai dengan jumlah tanaman
salak betina, yaitu 1:10. Dapat pula tanaman salak jantan dipakai sebagai pagar.
3.
Cara Mengawetkan Serbuk
Sari
Saat terbaik serbuk sari digunakan untuk
penyerbukan yaitu ketika bunga jantan mekar dan mengeluarkan serbuk berwarna
kuning. Biasanya bunga berbau harum yang khas dan dapat tercium dari jarak yang
agak jauh. Apabila persediaan bunga jantan sedikit maka serbuk sari perlu
diawetkan. Caranya, tongkol bunga jantan yang telah mekar diambil lalu
diketuk-ketukkan pada kertas. Kotoran yang ada dibersihkan lalu serbuk sari
disimpan dalam lemari pendingin (suhu 5-10oC). Dengan cara ini, serbuk sari
dapat dipertahankan kualitasnya sekitar 1- 3 bulan, dan dapat digunakan untuk
mengawinkan bunga betina dengan keberhasilan hampir 85%.
Mengawinkan
bunga salak dengan bantuan serangga atau manusia dapat meningkatkan persentase
bunga yang menjadi buah hingga 90%. Dengan makin banyaknya jumlah bunga yang
menjadi buah maka produksi buah salak pun akan meningkat dan diharapkan
bertambah pula pendapatan petani (Tri Budiyanti).
B. Teknologi
Pasca Panen Buah Salak
Tanaman salak (Sallaca sumatrana)
adalah salah satu tanaman asli Indonesia. Tanaman ini termasuk suku palem yang
rendah, berakar serabut, tegak, hampir tidak berbatang, cabangnya sangat
banyak, berduri dan tingginya 1,5-5 meter (Satiadiredja, 1982). Pohon salak
Padangsidimpuan dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 2. Pohon salak
Klasifikasi dari buah salak dapat sebagai
berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Sub
divisi : Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Bangsa
: Palmales
Suku
: Palmae
Marga
: Salacca
Jenis
: Salacca sumatrana.
Daerah pertumbuhan yang
baik untuk tanaman salak yaitu pada tanah podsolik dengan ketinggian 700 meter
diatas permukaan laut (Satiadiredja, 1982). Disamping itu, tanaman salak
membutuhkan penyinaran matahari yang tidak langsung dan kelembapan yang tinggi
selama pertumbuhannya, sehingga biasanya diantara tanaman salak sering ditanami
pohon-pohon yang tinggi dengan daun yang mudah busuk jika telah gugur. Seperti
pohon sawo, durian, kecapi, duku, menteng, kemiri, melinjo, aren, pisang,
nangka, kelapa dan jengkol.
Buah salak tersusun dalam sebuah tandan,
terletak diantara pelepah daun. Buah tersebut bersisik coklat sampai
kekuningan. Rasanya ada yang asam, manis atau sepat dan daging buahnya
terkadang mempunyai konsistensi yang berpasir. Setiap tandan dapat terdiri dari
10-25 buah dan setiap kilogramnya terdapat 10-14 buah (Satiadiredja, 1982).
Waktu panen buah salak dapat ditentukan dengan cara yang sederhana, yaitu
dengan cara menggerak-gerakkan tandan dari tanamannya. Apabila ada buah yang
jatuh, maka buah dalam tandan tersebut sudah cukup matang untuk dipanen
(Sugihat, 1973). Selain itu, kematangan buah salak juga dapat diamati dengan
cara memetik salah satu buah salak dari tandannya. Kematangan ditandai dengan
melebarnya sisik dan warna biji yang berubah menjadi coklat tua (Satiadiredja,
1982). Perbanyakan tanaman biasanya dilakukan dengan menggunakan bijinya
(Sastrapradja, 1980). Selain itu dapat juga dilakukan dengan cara cangkokan
tunas atau anakan yang lebih menguntungkan dari penanaman dengan biji, karena umur
berbuahnya akan lebih cepat yaitu setelah umur 2-3 tahun, sedangkan pohon yang
diperbanyak dengan menggunakan biji akan berbuah setelah berumur 4-5 tahun
(Satiadiredja, 1982).
1.
Produktivitas
Salak
Tanaman buah salak secara umum hampir tersebar
diseluruh daerah Indonesia. Hanya saja, jumlah produksinya berbeda-beda di
setiap daerahnya. Hal ini dikarenakan tanaman salak merupakan tanaman yang
mudah tumbuh dengan perawatan yang tidak terlalu sulit. Menurut Satiadiredja
(1982), selain di Indonesia, tanaman salak juga bisa dijumpai di dataran rendah
Birma, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam dan daerah-daerah bagian selatan
Philipina.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2009, produksi salak di
Indonesia mencapai 829.014 ton pada tahun 2009. Sebanyak 259.103 ton merupakan
salak yang dihasilkan dari daerah Sumatera Utara. Angka ini merupakan angka
yang cukup besar dibandingkan dengan daerah-daerah penghasil buah salak lainnya
yang ada di Indonesia. Jika angka ini dihitung dalam bentuk persen, maka daerah
Sumatera Utara mampu menghasilkan buah salak sebanyak 31,25% dari 829.014 ton
jumlah buah salak yang dihasilkan Indonesia pada tahun 2009.
2.
Komposisi
Kimia dan Nilai Gizi Salak
Buah salak terdiri dari
tiga bagian, yaitu kulit buah, daging buah yang diselubungi selaput tipis dan
biji. Setiap buah salak memiliki satu biji, berwarna coklat kehitam-hitaman,
keras, dan pada biji terdapat sisi cembung dan sisi datar (Hieronymus, 1990).
Buah salak memiliki rasa yang beragam. Secara umum salak muda memiliki rasa
yang sepat, dan semakin tua rasanya berangsur-angsur menjadi manis dalam artian
rasa sepatnya berkurang. Berdasarkan data dari Direktorat Gizi, Departemen
Kesehatan RI (1981), buah salak merupakan buah sumber mineral yaitu terdiri
dari kalsium 28 mg, fosfor 18 mg dan zat besi 4,2 mg dari 100 g bagian yang
dapat dimakan. Kandungan gizi buah salak dalam tiap 100 g buah salak segar
menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1981).
Tabel 1. Kandungan gizi buah salak per 100 g
No
|
Kandungan
Gizi
|
Unit
|
Proporsi
|
1
|
Kalori
|
Kal
|
77
|
2
|
Protein
|
G
|
0,4
|
3
|
Karbohidrat
|
G
|
20,9
|
4
|
Kalsium
|
Mg
|
28
|
5
|
Fosfor
|
Mg
|
18
|
6
|
Zat Besi
|
Mg
|
4,2
|
7
|
Vitamin B
|
Mg
|
0,04
|
8
|
Vitamin C
|
Mg
|
2
|
9
|
Air
|
%
|
78
|
10
|
Bagian yang dimakan
|
%
|
50
|
Sumber: Departemen Kesehatan (1981)
Menurut Sabari
(1982), kandungan zat kimia yang terdapat pada daging buah salak mengalami
perubahan dengan semakin menuanya buah. Buah salak pondoh yang berumur 3-5
bulan kandungan gulanya baru mencapai 15,3%, namun pada umur 5 bulan kadar
gulanya dapat mencapai 23,3%. Sabari (1982) juga mengungkapkan bahwa pada salak
pondoh yang berumur 3-5 bulan sejak bunga mekar mengandung kadar tanin 0,21%
dan setelah berumur 5 bulan kadar taninnya menurun menjadi 0,08%. Hal ini
dikarenakan senyawa tanin yang tinggi pada buah salak akan memberikan rasa
sepet. Berkurangnya rasa sepet pada buah salak ini merupakan salah satu
perubahan utama saat buah mengalami proses pematangan.
3.
Pasca
Panen Salak
Seperti buah-buahan lainnya, buah salak mudah
rusak dan tidak tahan lama. Kerusakan ditandai dengan bau busuk dan daging buah
menjadi lembek serta berwarna kecoklat-coklatan. Hal ini dikarenakan setelah
dipetik buah salak masih meneruskan proses hidupnya berupa proses fisiologi.
Sehingga buah salak tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar, maka
diperlukan penanganan pascapanen.
Proses respirasi juga terjadi pada buah salak
saat masa penyimpanan setelah pasca panen. Proses respirasi atau pernafasan ini
adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran
senyawa makromolekul seperti karbohidrat, lemak dan protein yang nantinya akan
menghasilkan CO2, dan air (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981). Pola respirasi
yang terjadi pada buah salak cenderung akan menurun dan tidak terdapat kenaikan
produksi CO2 yang tajam. Hal ini menunjukkan salak termasuk buah
non-klimakterik. Sedangkan buah yang tergolong klimakterik ditandai dengan
adanya proses yang cepat pada waktu pemasakan (ripening) dan peningkatan
respirasi yang mencolok disertai dengan perubahan warna, cita rasa dan
teksturnya.
Buah klimakterik adalah buah yang mengalami
peningkatan respirasi dan produksi etilen setelah dipanen. Sedangkan buah non
klimakterik adalah buah yang tidak mengalami peningkatan respirasi maupun
etilen, sehingga buah non klimakterik harus dipanen pada saat matang sempurna.
Hal ini berbeda dengan buah klimakterik yang harus mengalami pemeraman untuk
mencapai kematangan. Kondisi pemeraman pada buah klimakterik memerlukan
penanganan ekstra, karena produksi etilen buah yang cukup tinggi sehingga dapat
mempercepat kemasakan buah yang tidak diinginkan.
Pada awal pemeraman, buah klimakterik
sebaiknya disimpan pada kodisi ruang yang hangat (25-27oC), dalam artian tidak
panas ataupun dingin. Hal ini bertujuan untuk merangsang etilen buah keluar dan
dapat mempercepat pematangan. Namun setelah buah dinyatakan masak secara
sempurna, pemeraman buah dapat dihentikan. Sedangkan untuk buah
non-klimakterik, penyimpanan buah dapat dilakukan pada suhu dingin (10-15oC
atau tergantung jenis buahnya). Hal ini disebabkan buah non-klimakterik sudah
mengalami kematangan secara sempurna sebelum dipanen dan tidak perlu dilakukan
pemeraman. Sehingga untuk mempertahankan kondisi buah dalam bentuk segar dan
menghindari kebusukan, sebaiknya penyimpanan dilakukan pada suhu dingin
(10-15oC).
Kegiatan
pemanenan yang kurang baik atau salah juga dapat mengakibatkan proses
pembusukan yang semakin cepat saat masa penyimpanan atau pada masa pasca panen.
Perbedaan dalam bentuk penyimpanan juga mempengaruhi masa simpan buah. Buah
salak yang disimpan dalam bentuk tandan akan memiliki umur simpan yang lebih
lama dibandingkan buah salak yang disimpan dalam bentuk butiran. Hal ini
dikarenakan saat pemetikan buah salak dari tandannya, sering terjadi kesalahan
pemotongan yang mengabitkan buah salak mengalami luka pada daging, memar atau
bahkan terpotong. Luka, memar, terpotong atau kesalahan pemanenan lainnya akan
mengakibatkan terjadinya reaksi pencoklatan sebagai akibat aktivitas enzim poliphenol
oxidase yang dipercepat oleh adanya oksigen dari udara. Reaksi ini akan
mengakibatkan tekstur buah menjadi lunak, yang secara organoleptik otomatis
sangat tidak menguntungkan karena buah akan semakin cepat mengalami pembusukan.
4.
Kerusakan-Kerusakan
Buah Salak
Buah salak adalah
salah satu jenis komoditi pertanian yang mudah rusak. Kerusakan yang dimaksud
adalah kerusakan yang ditandai dengan adanya penyimpangan yang melewati batas
yang dapat diterima secara normal oleh panca indera yang dimanifestasikan
seperti buah sudah layu, busuk, berair, buah lunak dan tumbuhnya jamur.
Kerusakan ini dapat diakibatkan oleh kerusakan mekanik, fisik, mikrobiologis
dan fisiologis. Kerusakan mekanik dan fisik yang sering terjadi pada buah salak
setelah kegiatan pasca panen dan selama penyimpanan yaitu, antara lain:
a)
Luka
Luka merupakan salah satu kerusakan mekanis
yang terjadi pada buah salak. Kerusakan ini biasanya disebabkan karena cara
panen yang kurang hati-hati. Kerusakan ini dapat dilihat pada bagian ujung,
pangkal atau bagian tengah buah salak. Penggunaan sabit yang tidak hati-hati
dapat menyebabkan luka pada buah salak, misalnya karena terpotong. Pemetikan
buah dari tandannya juga dapat mengakibatkan kulit buah terkelupas, sehingga
buah kelihatan tidak normal. Selain itu, kerusakan pada buah salak juga dapat
disebabkan duri yang menusuk pada bagian daging buah. Hal ini dikarenakan cara
pemanenan yang kurang hati-hati dan besarnya kerusakan biasanya berkisar antara
1-2% (Rahmad, 1990).
b)
Memar
Kegiatan pemanenan dan kegiatan pasca panen
sangat memungkinkan terjadinya memar pada buah salak. Salah satunya terjadi
akibat benturan buah salak baik saat pemanenan maupun saat pasca panen.
Misalnya buah salak yang jatuh ke tanah saat dipanen dari pohonnya, benturan
dengan alat pengepak atau penggerak lainnya pada saat pengumpulan dan
pengangkutan buah salak. Namun kerusakan buah salak (memar) ini lebih sulit
diketahui daripada kerusakan lainnya yang terjadi pada buah salak. Hal ini
dikarenakan tanda-tanda memar kurang tampak jelas dari luar. Memar ini diketahui
apabila pada buah ditemui bagian yang lebih lunak daripada bagian buah lainnya.
Jika bagian yang lunak tersebut dikupas kulitnya, maka akan terlihat jelas
daging buah yang memar ditandai dengan warna daging yang lebih gelap daripada
disekelilingnya (Rahmad, 1990).
c)
Kulit
Buah Pecah
Kulit buah pecah terjadi saat buah masih
berada di pohon. Kerusakan ini umumnya terjadi pada musim hujan, karena tidak
seimbangnya perkembangan daging buah dengan kulitnya. Penundaan masa panen
adalah salah satu faktor utama penyebab terjadinya kerusakan kulit buah pecah.
Bagian daging buah yang kulitnya pecah akan tampak lebih gelap dari
sekelilingmya, yang masih ditutupi oleh kulit (Rahmat, 1990).
d)
Kerusakan
Mikrobiologis
Buah salak yang memar atau luka sangat
berpotensi mengalami kerusakan secara mikrobiologis. Hal ini dikarenakan bagian
buah yang memar atau luka merupakan jalur masuk bagi mikroba untuk merusak buah
salak. Seperti yang disebutkan Rahmad (1990), luka atau memar yang ada pada
buah salak merupakan pintu gerbang bagi mikroba (Mucor sp) untuk masuk
ke dalam daging buah setelah dipetik. Masuknya mikroba ini pada daging buah
salak, mengakibatkan buah salak menjadi busuk.
e)
Kerusakan
Fisiologis
Kerusakan fisiologis adalah kerusakan buah
akibat reaksi metabolisme dan aktivitas enzim yang merupakan proses autolisis
(Winarno dan Janie, 1983). Terbentuknya luka pada buah menyebabkan terjadinya
pencoklatan pada daging buah dan meningkatkan kecepatan respirasi sehingga
mempercepat pelayuan buah. Proses pencoklatan ini termasuk dalam kerusakan
fisiologis dari buah salak ataupun buah lainnya.
5.
Pengemasan
dan Penyimpanan
Pengemasan dan
penyimpanan buah-buahan dan sayuran segar dapat memperpanjang kegunaan dari
komoditas itu sendiri. Pengemasan dan penyimpanan juga dapat memperbaiki mutu
produk segar tersebut dalam keadaan tertentu. Penyimpanan juga dapat
menghindari banjirnya komoditas atau produk dipasar sehingga dapat
mempertahankan harga jual, memberikan kesempatan yang luas untuk memilih
buah-buahan dan sayuran sepanjang tahun, membantu pemasaran yang teratur,
meningkatkan keuntungan produsen dan mempertahankan mutu produk segar
(Pantastico, 1986).
a)
Penyimpanan
Suhu Rendah
Penyimpanan buah salak
dalam suhu dingin merupakan salah satu solusi untuk mempertahankan kesegara
buah salak. Penyimpanan dalam suhu rendah dapat menurunkan proses respirasi dan
memperkecil transpirasi. Tetapi penyimpanan pada suhu rendah tidak menekan
seluruh aspek metabolisme pada tingkat yang sama. Beberapa reaksi sensitif
terhadap suhu rendah dan berhenti sama sekali di bawah suhu kritis, yang dapat
menyebabkan chilling injury. Suhu kritis yang dimaksud adalah suhu
rendah yang tidak dapat diterima oleh buah yang disimpan, dalam artian suhu
yang digunakan terlalu dingin. Akibatnya jaringan-jaringan dalam daging buah
membengkak penuh air dan daging buah berwarna biru. Suhu yang baik dalam
penyimpanan bervariasi tergantung pada jenis komoditas dan tingkat kematangan
dari komoditas yang disimpan (Setyowati dan Budiarti, 1992). Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Titiek dan Mudjisihono (1998), suhu
penyimpanan yang terbaik untuk salak Pondoh adalah pada suhu rendah (15oC).
Struktur kekerasan buah salak mengalami
perubahan dengan bertambahnya umur panen. Pada umumnya pelunakan buah-buahan
diakibatkan oleh peran gabungan beberapa enzim perombak dinding sel yang diatur
oleh etilen. Salak yang telah masak menghasilkan etilen yang tinggi. Di samping
itu pelunakan daging buah salak juga disebabkan oleh perubahan turgor sel yang
menyebabkan hilangnya sifat getas dan kesegaran buah salak selama penyimpanan.
Keadaan penyimpanan pada suhu rendah juga berpengaruh pada vitamin C, karena
selama penyimpanan vitamin C tidak disintesa tetapi mengalami penurunan yang
kurang lebih sama untuk semua salak yang dipanen pada saat yang berbeda. Buah
salak yang disimpan dalam suhu ruang mempunyai kadar vitamin C lebih rendah
daripada yang disimpan pada suhu rendah. Sejumlah besar vitamin dapat hilang
bila sesudah dipetik diletakkan pada tempat tanpa pendingin. Penyimpanan pada
suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penurunan vitamin C yang lebih cepat
(Masniary, 2008). Hal yang sama dituliskan Indirani (1990), buah salak yang
disimpan dalam plastik PE pada kondisi atmosfir termodifikasi dan suhu 10ºC
mempunyai umur simpan 18 hari dengan kondisi masih baik.
b)
Pelilinan
Salah satu cara untuk
mempertahankan mutu dan kesegaran buah adalah dengan melapisi buah dengan
lilin. Pelilinan ini akan memberikan sifat yang lebih kedap terhadap air pada
permukaan buah dibandingkan dengan buah yang tidak dilapisi lilin. Oleh karena
itu, pelapisan buah dengan lilin dapat mencegah terjadinya penguapan air
sehingga dapat menghambat laju respirasi, memperlambat pelayuan dan memberikan
kesan mengkilap pada permukaan kulit buah. Pemberian lapisan lilin dengan
kepekatan dan ketebalan yang sesuai dapat menghindarkan keadaan aerobik pada
buah dan memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap luka dan goresan pada
permukaan buah (Pantastico, 1986). Kandungan vitamin C yang ada pada buah juga
dapat dipertahankan dengan menggunakan lilin. Menurut Masniary (2008),
pelilinan dapat menghambat masuknya O2 ke dalam buah, sehingga turunnya
kandungan vitamin C karena oksidasi dapat dikurangi. Beberapa syarat yang harus
diperhatikan dalam penggunaan lilin sebagai pelapis buah yaitu, tidak
mempengaruhi rasa dan bau buah yang dilapisi, mudah kering, tidak mudah pecah,
mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, harganya murah
dan tidak beracun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Masniary (2008) tentang pelapisan lilin lebah terhadap buah pisang, jeruk dan
salak, lilin lebah secara umum dapat mempertahankan kesegaran buah pada suhu
kamar. Buah pisang barangan yang dilapisi lilin lebah dengan konsentrasi 4%
menghasilkan kandungan vitamin C yang tinggi dengan padatan terlarut rendah. Hal
yang sama terjadi pada pelapisan lilin lebah konsentrasi 6% terhadap buah jeruk
manis dan salak, menghasilkan kandungan vitamin C tertinggi dan total padatan
terlarut rendah.
c)
Pengemasan
dengan Plastik Berlubang
Plastik juga dapat
mengurangi laju respirasi dan transpirasi dari buah-buahan selama masa
penyimpanan. Menurut Syarief et al. (1989), plastik yang sering
digunakan oleh masyarakat adalah jenis plastik polietilen (PE). Hal ini
dikarenakan plastik polietilen relatif murah, transparan dan mudah direkat
dengan panas. Selain itu, plastik polietilen juga tergolong plastik yang kedap
air sehingga sangat cocok untuk mengemas sayuran dan buah-buahan. Namun salah
satu sifat yang terpenting dari plastik polietilen (PE) adalah sifat
pemeabilitasnya yang rendah terhadap uap air.
Menurut Rulianto (1993), pengemasan buah dalam
plastik polietilen yang diberi lubang jarum sebanyak 32 buah memberikan
kesegaran yang lebih lama. Hal ini dikarenakan uap air yang terperangkap di
dalam plastik bisa keluar, sehingga proses pembusukan pada buah dalam waktu
yang lebih cepat dapat dicegah. Sama halnya dengan hasil penelitian Syaifullah et
al. (1992), pengemasan buah pisang dalam plastik polietilen yang diberi
lubang jarum sebanyak 32 buah memberikan komposisi gas 6% CO2 dan 0,5% ppm
etilen, sedangkan dengan 192 lubang memberikan komposisi gas 5% CO2 dan 2,5%
ppm etilen. Komposisi gas seperti di atas sangat baik digunakan untuk
penyimpanan buah-buahan di bawah kondisi atmosfer termodifikasi.
d)
Pengemasan
dengan Besek dan Kotak Karton
Pengemasan buah salak
dengan menggunakan besek dan karton merupakan salah satu teknik pengemasan yang
cukup sederhana dan mudah. Selain mempermudah dalam hal distribusi dan
transportasinya, pengemasan dengan menggunakan besek atau karton juga dapat
mencegah buah dari kerusakan-kerusakan yang tidak diinginkan, seperti memar
akibat benturan. Berdasarkan percobaan Soedibyo dan Poernomo (1973), pengemasan
salak bali dengan keranjang bambu (besek) bersekat memperlihatkan persentase
kerusakan dan susut bobot yang rendah setelah didistribusikan menggunakan
kereta api. Setyadjit dan Murtiningsih (1990), juga menyatakan bahwa pengemasan
menggunakan keranjang bambu (besek) berukuran 55,5 cm × 50,5 cm × 32 cm (p × l
× t) menghasilkan persentase kerusakan buah yang lebih kecil dibandingkan
menggunakan peti kayu.
Kotak karton juga
merupakan bahan pengemas yang sudah sering digunakan untuk mengepak
buah-buahan. Kotak karton ini terbuat dari bahan karton bergelombang yang
terdiri dari kertas linear dan kertas medium. Kertas linear adalah kertas yang
dipakai sebagai penyekat dan pelapis pada karton bergelombang. Sedangkan kertas
medium adalah kertas yang digunakan sebagai lapisan bergelombang pada karton
bergelombang (Hadisumarto, 1990).
Menurut Peleg (1985),
salah satu sifat karton bergelombang adalah mempunyai permukaan yang haslus,
dapat dicetak, mudah dilipat atau dibentuk dan dapat didaur ulang. Hadisumarto
(1990) menambahkan, bahwa kotak karton juga mempunyai sifat tahan terhadap
benturan, dapat ditumpuk dan tidak mudah robek. Kekurangan dari kotak karton
bergelombang yaitu kemasan susah menjadi dingin serta ada kecenderungan
menyerap kelembapan apabila konduksi panas rendah (Snowdown dan Ahmed, 1981).
Selain itu, karton bergelombang juga mempunyai sifat dingin dengan lambat
apabila dimasukkan ke dalam ruang dingin. Namun dengan adanya lubang ventilasi
dan peningkatan luas permukaan yang tersentuh udara dingin yang bergerak sampai
satu derajat tertentu, dapat mempercepat hilangnya panas pada karton
(Handenberg, 1975).
|
BAB
IV. KEIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan ini adalah:
1.
Penyerbukan salak dapat
dilakukan dengan bantuan manusia, dengan
bantuan Serangga Curculionidae maupun dengan bantuan angin. Namun penyerbukan
dengan bantuan angin kurang efektif dibandingkan dengan penyerbukan dengan
bantuan manusia dan serangga.
2.
Penerapan teknologi
pasca panen pada salak memerlukan pengetahuan tentang jenis kerusakan pada buah
salak, mengetahui prinsip pengolahan, pengemasan dan penyimpanan produk hasil
olahan. Pengetahuan ini bertujuan agar teknologi yang diterapkan sesuai dengan
harapan.
B.
Saran
Saran dari pembuatan laporan ini adalah
1.
Perlunya perawatan yang
intensif pada kegiatan perkebunan salak agar pencapaian hasil panen yang sesuai
dengan harapan.
2.
Sebaiknya penyerbukkan
pada salak dilakukan dengan bantuan manusia agar dapat dikontrol.
3.
Penerapan teknologi
pasca panen pada buah salak perlu memperhatikan berbagai aspek pengolahan,
pengemasan dan penyimpanan yang tepat.
4.
Perlunya penangan
limbah yang tepat dari hasil kegiatan perkebunan salak.
DAFTAR PUSTAKA
(pusat data & informasi pertanian Departemen
Pertanian Republik Indonesia, database.deptan.go.id akses 24 November 2013)
LAMPIRAN
Gambar
3. Bunga jantan pohon salak
Gambar
4. Bunga betina pohon salak
Gambar
5. Penyerbukan dengan bantuan manusia
Gambar 6. Buah
salak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar